Perpetaan di Indonesia
- Sejarah peta di Nusantara tidak bisa
dipisahkan dari peran bangsa asing yang datang seperti Cina, Portugis, dan
Belanda.- Pada awalnya mereka memiliki tujuan utama untuk mencari rempah2 sebelum akhirnya melakukan invasi ke Nusantara.
- Namun ternyata menurut catatan Zandvliet, sebelum bangsa pendatang membuat peta, Raden Wijaya bahkan sudah memiliki peta administratif Kerajaan Kediri.
- Peta tsb diserahkan kepada tentara Yuan sebagai tanda penyerahan.
- Peta yang dibuat orang asing tercatat pertama kali dibuat oleh Laksamana Cheng Ho pada abad 15 kemudian Portugis, Jerman, Italia, dan Hongaria.
- Hanya saja peta tsb masih berupa gambaran kasar mengingat keterbatasan teknologi dan tanpa survey mendalam.
- Peta Nusantara mulai detail di buat setelah Belanda tiba di Nusantara mulai abad ke-16 yang dimulai pendaratan pertama oleh de Houtman di Banten.
- Bahkan pada pertengahan abad 17 Belanda mendirikan Kantor Pemetaan di galangan kapal Batavia untuk mendukung kegiatan mencari rempah2. peta
- Di abad berikutnya Belanda mulai meningkatkan peran militernya dalam membuat peta. Tak lain untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan.
- Pada tahun 1823 Belanda bahkan sudah mendirikan Depo Peta Laut (Bureau Hidrographic) yang khusus membuat peta pelayaran.
- Saat itu Belanda sudah bisa menghasilkan peta pelayaran yang berisi info tanda bahaya di laut untuk keperluan navigasi.
- Belanda mengganggap tidak hanya peta laut saja yang penting. Mereka merasa perlu juga memiliki peta topografi dan data geografi Nusantara.
- Nah, pekerjaan membuat peta topografi di Nusantara oleh Belanda pun akhirnya dimulai setelah masa Perang Diponegoro.
- Pada tahun 1845 Belanda pun membuat kesatuan Zeni yang ditugaskan untuk membuat peta topografi yang selanjutnya menjadi Dinas Topografi pada tahun 1864.
- Di tahun 1850, Dinas Geografi telah dibentuk Belanda dibawah Angkatan Laut yang memiliki tugas untuk menetapkan posisi geografis berbagai stasiun di Indonesia dengan cara pengamatan bintang. peta
- Pembuatan triangulasi Jawa dilakukan pada tahun 1862 oleh Dr. Oudeman, Guru Besar Astronomi Utrecht Univ. Untuk Jawa dan Madura dilakukan selama 18 tahun. peta
- Mulai pertengahan abad 19 inilah orang Indonesia mulai ikut berperan dalam proses pembuatan peta topografi yang lebih detail.
- Pada tahun 1938 diterbitkanlah karya besar sebagai hasil pekerjaan pemetaan Belanda selama 90 tahun yaitu Atlas van Tropisch Nederland. peta
- Juga pada tahun 1939 atas prakarsa Ferdinand Jan Ormeling diterbitkan juga kumpulan peta yang berjudul Grote Atlas van Nederland Oost-Indie.
- Kedua karya besar tsb merupakan prestasi tersendiri mengingat orang Indonesia pun sudah banyak dilibatkan dalam pembuatannya.
Peta
Bangsa Yunani
Kartografi yg berkembang
saat ini sebagian besar merupakan sumbangan dari bangsa Yunani. Sumbangannya
a.l.:
a. Bentuk Bumi yg bulat dg
kedua kutubnya & grs. ekuator dg daerah tropis.
b. Mereka sdh menggunakan
sistim paralel dan meredian utk menentukan letak/lokasi suatu tempat.
c. Menggunakan sistem
proyeksi.
d. Mengadakan
perhitungan-perhitungan mengenai luas dan keliling Bumi. Tokoh-tokohnya:
Miletus, Hecatatus, Eratosthenes, Pasidonius, Ptolomeus.
Claudius Ptolomeus (abad
ke-2SM) menulis tentang Kartografi berjudul Geographya. Menurutnya,
“Geografi merupakan penyajian melalui peta, baik sebagian atau seluruh
permukaan Bumi”.
Peta Abad Pertengahan Selama periode Abad Pertengahan, peta Eropa didominasi oleh pandangan agama. Peta ATAS adalah hal biasa. Dalam format peta, Yerusalem digambarkan di pusat dan timur berorientasi pada bagian atas peta.eksplorasi Viking di Atlantik Utara secara bertahap dimasukkan ke dalam pandangan dunia dimulai pada abad ke-12. Sementara itu, kartografi dikembangkan lebih praktis dan realistis sepanjang garis di tanah Arab, termasuk wilayah Mediterania. Semua peta, tentu saja, ditarik dan diterangi dengan tangan, yang membuat distribusi peta sangat terbatas.
Renaissance Maps
Penemuan pencetakan membuat peta lebih banyak tersedia dimulai pada abad ke-15. Peta berada di blok kayu pertama yang dicetak menggunakan diukir (lihat di atas). Di antara pembuat peta yang paling penting pada masa ini adalah Sebastian Münster di Basel (sekarang Swiss). Nya Geographia, yang diterbitkan pada tahun 1540, menjadi standar global baru untuk peta dunia.
Percetakan dengan pelat tembaga terukir muncul pada abad 16 dan terus menjadi standar hingga teknik fotografi dikembangkan. Kemajuan besar dalam pemetaan terjadi pada Zaman Eksplorasi di abad 15 dan 16.pembuat Peta menanggapi dengan grafik navigasi, yang digambarkan garis pantai, pulau, sungai, pelabuhan, dan fitur yang menarik berlayar. baris Kompas dan bantuan navigasi lainnya termasuk, proyeksi peta baru dibuat, dan bola dibangun. peta dan bola dunia tersebut diselenggarakan di nilai besar untuk, militer, dan diplomatik tujuan ekonomi, dan sebagainya sering dianggap sebagai atau komersial rahasia nasional – atau kepemilikan peta rahasia.
Seluruh-peta dunia pertama mulai muncul di awal abad ke-16, setelah pelayaran oleh Columbus dan orang lain untuk Dunia Baru. Peta dunia pertama benar biasanya dikreditkan ke Martin Waldseemüller di tahun 1507.Peta ini digunakan proyeksi Ptolemaic diperluas dan adalah peta pertama yang menggunakan nama Amerika untuk Dunia Baru – lihat Waldseemüller’s peta dunia .
Gerardus Mercator dari Flanders (Belgia) adalah kartografer terkemuka dari pertengahan abad ke-16. Ia mengembangkan proyeksi silinder yang masih banyak digunakan untuk grafik navigasi dan peta global. Ia menerbitkan peta dunia pada 1569 yang didasarkan pada proyeksi ini. Banyak proyeksi peta lainnya segera dikembangkan.
Perpetaan di Arab
-
Peta Bangsa
Babilonia (250SM)
Peta ini juga sudah memuat
kenampakan yg detil dari kota Ga Sur yg antara lain memuat sungai Efrat,
gunung-gunung, laut, dll.
-
Peta Bangsa
Mesir Kuno
Peta tsb menggambarkan
lembah dan delta sungai Nil. Dibuat utk menentukan besarnya pajak tanah
(1333SM).
Peta Abad Modern
Peta menjadi semakin akurat dan faktual selama abad ke-17, 18 dan 19 dengan penerapan metode ilmiah. Banyak negara melakukan program pemetaan nasional. Meskipun demikian, sebagian besar dunia ini kurang diketahui sampai meluasnya penggunaan foto udara berikut perang Dunia I. Kartografi Modern didasarkan pada kombinasi pengamatan tanah dan penginderaan jauh.
istem Informasi Geografis (GIS) muncul pada periode-80 1970. GIS merupakan perubahan besar dalam paradigma kartografi. Dalam tradisional (kertas) kartografi, peta itu dipandang baik sebagai database dan menampilkan informasi geografis. Untuk GIS, database, analisis, dan menampilkan secara fisik dan konseptual aspek terpisah dari penanganan data geografis. Sistem Informasi Geografis terdiri dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data digital, orang, organisasi, dan lembaga untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan menampilkan informasi bergeoreferensi tentang bumi (Nyerges 1993).
Apakah peta representasi yang realistis dari dunia nyata? Tidak – tidak pernah! Pengukuran di lapangan tunduk pada kesalahan akurasi dan presisi. foto udara dan citra satelit hanya menggambarkan bagian tertentu dari spektrum cahaya, seperti disaring melalui instrumen suasana dan deteksi. peta Tidak ada yang bisa menggambarkan semua, biologi, dan budaya ciri-ciri fisik bahkan untuk wilayah terkecil. Sebuah peta hanya dapat menampilkan beberapa fitur yang dipilih, yang biasanya digambarkan dalam gaya simbolik yang sangat sesuai untuk beberapa jenis skema klasifikasi. Dengan cara ini, semua peta estimasi, generalisasi, dan interpretasi kondisi geografis yang benar.
Semua peta yang dibuat sesuai dengan asumsi-asumsi dasar tertentu, untuk datum permukaan laut misalnya, yang tidak selalu benar atau diverifikasi. Akhirnya peta manapun adalah produk dari usaha manusia, dan dengan demikian dapat dikenakan kesalahan tanpa sadar, keliru, bias, atau penipuan langsung. Terlepas dari keterbatasan ini, peta terbukti sangat beradaptasi dan berguna melalui beberapa ribu tahun peradaban manusia. Peta dari segala jenis secara fundamental penting bagi masyarakat modern.
Sejarah Badan Informasi Geospasial
Pada
masa pemerintahan Hindia Belanda, terdapat banyak jawatan pengukuran, yang
kemudian dijadikan satu badan, disebut dengan Permante Kaarterings-Commissie
(Komisi Tetap untuk Pemetaan), pada tahun 1938.
Kenyataannya,
badan tersebut tidak dapat memenuhi harapan semula. Melalui Gouvernements
Besluit van 17 January 1948 (Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari
1948), komisi itu dibubarkan dan dibentuk Raad en Directorium voor het Meet en
Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan
Pemetaan Hindia Belanda).
Setelah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, pemerintah membubarkan Raad
en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezwn (Peraturan Pemerintah nomor 71
tahun 1951), selanjutnya membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan
Penggambaran Peta. Badan ini memiliki pola organisasi yang sama seperti
bentukan Hindia Belanda. Dewan bertugas membuat kebijakan dan pengambilan
keputusan, sedangkan pelaksananya adalah Direktorium.
Di
lain pihak, dibentuk pula Panitia ‘Pembuatan Atlas Sumber-sumber Kemakmuran
Indonesia’, dengan tugas menunjang rencana pembangunan nasional. Panitia ini
berada di bawah Biro Ekonomi dan Keuangan - Menteri Pertama. Pada tahun 1964,
status Panitia Atlas ditingkatkan menjadi Badan Atlas Nasional (Batnas),
berdasarkan Keputusan Kabinet Kerja No. Aa/D57/1964, yang ditandatangani oleh
Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh.
Kinerja
Dewan dan Direktorium dinilai Presiden Soekarno, lamban dan koordinasinya tidak
berfungsi, hingga akhirnya dibubarkan dan dibentuk organisasi berbentuk komando,
yaitu Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) serta Dewan Survei dan
Pemetaan Nasional (Desurtanal), melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2
September 1965.
Hingga
peristiwa G-30-S/PKI 1965, Desurtanal dan Kosurtanal belum bekerja sebagaimana
mestinya. Maka secara khusus untuk survei dan pemetaan nasional dibentuk
organisasi baru yang disebut BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional).
BAKOSURTANAL
dibentuk berdasar Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969 (diperingati
sebagai ulang tahun BAKOSURTANAL).
Pertimbangan
pembentukan BAKOSURTANAL, yaitu:
- Perlu adanya koordinasi dalam kegiatan dan pelaksanaan tugas surta (survei dan pemetaan) sehingga dapat tercapai adanya effisiensi serta penghematan pengeluaran keuangan negara;
- Terkait dengan itu, dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, dipandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan surta untuk dipersatukan dalam suatu badan koordinasi surta nasional.
Dengan
dibentuknya BAKOSURTANAL maka badan-badan yang masih ada seperti Desurtanal
serta Badan Atlas Nasional dibubarkan dan fungsi-fungsi kedua badan tersebut
ditampung BAKOSURTANAL.
Hingga
kini BAKOSURTANAL telah dipimpin oleh 5 kepala (dahulu ketua), yaitu : Ir.
Pranoto Asmoro (1969-1984), Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc. (1984-1993), Dr.
Ir. Paul Suharto (1993-1999), Prof. Dr. Ir. Joenil Kahar (1999-2002), Ir.
Rudolf Wennemar Matindas, M.Sc. (2002-2010), dan Dr. Asep Karsidi, M.Sc.
(2010-sekarang).
Di
antara masa itu, badan koordinasi ini pernah berkantor di beberapa tempat
berbeda. Pada awalnya di Jalan Wahidin Sudirohusodo I/11, dan Jalan Merdeka
Selatan No. 11, pernah pula di Gondangdia, dan terakhir (hingga sekarang) di
Kompleks Cibinong Science Center.
Badan
Informasi Geospasial (BIG) lahir untuk menggantikan Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) sebagai penuaian amanat pasal 22 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). UU ini disetujui Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 15 April 2011 dan disahkan
oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 21
April 2011. Lahirnya BIG ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor
94 tahun 2011 mengenai Badan Informasi Geospasial pada tanggal 27 Desember
2011.
Berdasarkan
Bab XI Pasal 69 UU tentang Informasi Geospasial yang kemudian dijabarkan lebih
lanjut ke dalam Ketentuan Peralihan Bab VII Pasal 40 Peraturan Presiden tentang
Badan Informasi Geospasial, dinyatakan bahwa bidang tugas yang terkait dengan
informasi geospasial tetap dilaksanakan oleh BAKOSURTANAL sampai dengan
selesainya penataan organisasi BIG. BAKOSURTANAL wajib menyerahkan seluruh
arsip dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya kepada BIG dan
seluruh hak dan kewajiban BAKOSURTANAL, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundangan, beralih kepada BIG.
BIG
menjadi tulang punggung dalam mewujudkan tujuan UU tentang Informasi Geospasial
untuk :
- Menjamin ketersediaan akses terhadap informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan;
- Mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) melalui kerja sama, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi; dan
- Mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dengan
kerja keras dan dukungan seluruh pemangku kepentingan di bidang informasi
geospasial, dari unsur pemerintah, akademisi, pengusaha, profesional dan
segenap masyarakat, BIG siap mengemban amanah sebagai institusi terdepan dalam
mengoptimalkan penyelenggaraan informasi geospasial untuk negeri.